Malang, 8 Oktober 2014
Untuk BUNGA
Adakah sirat
yang kau rasakan Bunga?Bahwa prosesku belajar dan beraktivitas disini sengaja kubuat
padat untuk perlahan-lahan mengikis bayanganmu. Ini memang terasa sulit dan berat.
Aku merasa kasihan melihat kita yang muda terus terbelenggu oleh arus lingkaran
perasaan yang terpenjara, menyebabkan kita masing-masing banyak terhambat untuk
belajar dan berkarya.
Apa bedanya ketika
dahulu kita saling menjaga janji, dan kau ternyata tetap berhubungan dengannya?
Dengan engkau yang sekarang datang tiba-tiba memelukku kembali pada pusaran arus ini
ketika kau sumpahkan membuangku lalu menggantinya dengan yang lain? Menyanyikan
pertanyaan basa basi tentang kabar, seolah
tidak pernah terjadi apa-apa diantara kita.
Media ini menambah
simpul-simpul mati, mengikat rasionalku untuk tidak keluar dari rongga perasaan. Suara-suara merdu yang kita rekam bersama, foto-foto abadi berbagai latar, juga surat kabar elektronik yang melampirkan kabar aktivitas harianmu.
Banggaku tetap terpampang manis didepan rasa
semua ini, ketika nasihat yang kusabdakan padamu kau imani untuk memberi warna nada pada jari-jari manismu sayang.
Rasa ketakutan akan konsep berpacaran dizaman ini sebenarnya telah meracuni ragaku. Aku tidak bias menemuimu dan jalan bersama sana sini setiap saat, kadang lupa mengkramatkan tanggal tertentu, tidak mampu membeli hadiah kecil di acara
yang kita anggap sakral, mungkin harus terlihat sempurna di depan keluarga mu, ataukah tunduk pada perjanjian ketika yang
satu menyatakan dan yang satunya menerima.
Saat ini yang harus kita tanamkan hanyalah saling menyemangati, saling belajar, saling menasehati, saling memberi senyuman di saat jatuh, dan pastikan kita saling percaya. Semoga suatu saat nanti aku dengan yang lain, kita bisa melukis konsep kita sendiri tanpa menerima kritik yang akan menjatuhkan kita kedepannya dari suara bising disekitar.
Aku mohon pada mu Bunga… penuhilah dua syarat menderingkan handphoneku, pertama beritahu kepada pasangan hidupmu sebagai izin kau ingin menghubungiku, dan kedua jangan biarkan ada harapan-harapan kecil dan pemicu
rasa-rasa terselip di setiap komunikasi yang mulai kau bangun diantara kita. Ketika dua syarat dari perihal perjanjian ini terabaikan MAKA BIARKAN AKU
MENYELAMI DUNIA BARUKU DAN
AMINKANLAH SETIAP DENYUT NAFASKU
MAAF KU TAK MENGINDAHKAN
TULISANKU, BUKAN MAKSUD DARI KESEMPURNAAN FISIKMU, TAPI BENTUK KECIL DARI SOSOK
KESEDERHANAANKU