Selalu
saja saya, atau mungkin sebagian besar dari kita terjebak dalam
penilaian-penilaian tumpul. Bagaimana mungkin kita menilai suatu hal dalam
amatan sepintas, apalagi menilai manusia. Manusia adalah makhluk terumit yang
terlanjur diciptakan. Gagasan dan teori apapun bisa ditempelkan padanya. Dan uniknya
dari kacamata manapun kita melihat, manusia mampu memenuhi semuanya, dan mampu
untuk tidak memenuhi semuanya. Atau manusia pada dasarnya kerumitan itu sendiri?
Lantas kita selalu memberikan kesimpulan kepada manusia lain pada setitik waktu
dalam hidupnya. Ayolah.... 24 jam sehari, 365 hari setahun, berapa banyak orang
yang dia temui, berapa banyak inspirasi yang didapat, bagaimana gesekan
lingkungan yang dihadapi? Dan setelah bercengkrama pada sebuah titik kecil di
waktu umurnya kau mengatakan baik, buruk, pintar, bodoh, hebat, biasa. kasian
Siapa
manusia paling sunyi di dunia ini? Merekalah orang-orang yang memutuskan
dirinya untuk menjadi manusia yang sebenarnya. Manusia yang memutuskan untuk
berfikir. Namun sayangnya, kedalaman dalam berfikir selalu ditumpulkan oleh lingkungan.
Manusia yang berfikir dalam berarti sudah siap atau mau tak mau siap untuk
mengalami banyak kekecewaan, karena menjadi minor. Lihat saja puisi-puisi
mengalir dari pesajak seperti Rendra, Saut, Gusmus, Chairil Anwar, lihat saja
pemikir-pemikir besar menyatakan diri seperti Galileo, Descartes, Marx,
Nietzche, lihat saja penemu-penemu besar merasakan seperti Einstein, Edison dan
masih banyak manusia lain, yang menganggap dunia ini penuh dengan kesepian. Kalian
yang merasakan sepi akan kesendirian? Kalian tidak sendiri
Namun
tetaplah bermanusia, tetaplah gunakan topeng-topeng itu. Diluar sana terlalu
kejam, terlalu sadis. Tetaplah melakukan, tetaplah memberi. Diluar sana
membutuhkan. Apa sebenarnya yang dicari dalam hidup ini? Itu tidak sesimpel
makan, minum, beranak, senyum, dan mati. Semua saling membutuhkan. Namun seringkali
tanggung jawab hanya muncul diwilayah kesadaran. Namun sejauh mana kesadaran
mampu dibatasi?
Tetaplah
sepi, tetaplah sadar, tetaplah hidup