Saya tidak akan mempertanyakan
dengan berlebihan tentang inikah yang disebut jatuh cinta? Karena kebenaran
rasa ku begitu menguak, bahwa sepertinya ia telah merasuk ke bagian kecil dari
sudut hatiku. Saya tak menyangka akan seintim ini kepadanya. Ia mampu memikat
ku dan menenangkan ku dengan janji janji pelukan mesra. Jangan katakan lagi
bahwa dia abstrak. Dia adalah Ilmu Psikologi.
Sosok mahakarya dalam sebuah
perjalanan sejarah pelik. Dengan panji-panjinya yang selalu membingungkan,
membisikkan sebuah aura kebijaksanaan. Memperkenalkanku pada kehidupan
sebenarnya, memperlihatkan sisi-sisi kabur dalam perjalanan. Kalau kita sepakat
untuk berjalan dengan tongkat-tongkat arah pada kesesuaian, psikologi telah
menjadi bagian dariku.
Lalu semunafik apa realitas
aturan berjalan? Goblok. Tidak akan bisa menang. Ia hanya mampu bersembunyi
pada alasan generalisasi. Sementara memutuskan untuk berfikir membuat yang
lainnya sengsara setengah mati. Dunia ini memang sepertinya berjalan dengan
sangat kompleks dan membingungkan. Terlalu banyak manusia bisa selalu kujadikan
alasan manjur dalam ketenangan meta. Sambil liar mengkonstruksi apa saja yang
terasa.
Pada akhirnya saya tidak akan
punya pilihan lain selain berjalan pada garis-garis jurang yang telah tersedia.
Bahwa bumiku begitu luas, manusia siapa saja mampu melangkah ke arah mana saja,
selama Tuhan tetap masih bisa dijadikan sandaran kuat bagi pribadi yang penuh
kesepian. Selama itu akan kuteriakkan bahwa penjara-penjara kecil telah kokoh,
sambil perlahan diam menjadi asap.