Ketika merenung,
sepertinya seluruh bacaan berubah menjadi simbol-simbol penuntun ke sebuah
muara yang begitu besar. Selalu tersedia petunjuk arah ketika berada di
persimpangan. Pertemuan dengan orang, huruf-huruf dalam kertas, atau minimal sayup-sayup
mata dan hembusan udara begitu tegas.
Aku benar-benar bingung
bagaimana menyampaikan semua ini kepada bapak. Dan ketika terbersit, orang-orang
akan menganggap aneh, minimal sombong atau sok.
Lalu dimana aku mampu
bersandar? Sementara Aku tetaplah bagian terkecil dari zarah-zarah ciptaan. Siapa
yang mampu menyalahkan Pramoedya ananta toer yang kembali dalam rangkaian kata.
Toh kertas lebih mampu merasakan tekanan penanya dibanding orang sekitarnya.