Ternyata
Aku harus lebih dewasa menafsirkan lingkungan. Semua mampu berpendapat apa saja,
dan merasuki gerbang keputusan. Apa yang mampu kuandalkan selain diajak angin
lalu memotret jejak di lumpur penghisap? Kadang-kadang ku asingkan diri
walaupun sebatas perasaan di jembatan gantung tempat orang-orang putus asa dan
bunuh diri.
Kemudian
tawa kecil datang, menarik kumpulan cahaya, lalu melukis wajah dan tubuhku dengan
semaunya. Sementara kepalaku di borgol dan dadaku di ikat kencang. Mereka berbicara,
sampai kepalaku mengangguk, dan melepaskan perlahan. Membiarkan saya terbang
kesana kemari tak berarah.
Aku tersesat....
Setelah
kucurahkan semua, Apa yang kudapat? Hanyalah pernak-pernik dan runtuhan bekas
bangunan bersejarah. Kukumpulkan semua dan berharap, setidaknya pondasi-pondasi
harapan bisa kubangun sendiri.
Dengan
teropong, banyak kulihat dari kejauhan rintihan kecil. Mereka memaksa
mengirimkan desain bangunan harapan. Padahal diri sendiri masih mengais sisa
sisa semangat dalam imajinasi. Terlambat !!! Badai dan angin topan dari
belakangku sudah mendekat. Tidak ada kesempatan. Dengan tangan penuh darah,
kususun semuanya.
Semoga
apa saja keabstrakan di saat nanti, kuharap bangunanku bisa menahan angin
kencang itu dari mereka. Aku sedang... sementara....