1
september 2014
PERTANDA TUHAN
“Perjalanan Panjang”, kata hatiku. Seperti
baru terbangun dari sebuah mimpi. Egoisku terus mencari makna perjalanan panjangku yang akhirnya kuketahui
takdirnya. Seolah semua usahaku
berpendidikan hanya untuk lebih berdewasa lagi di umur ini. Tulisan ini
menjadi temanku bila suatu saat semangatku mulai memudar.
Tujuh kali kegagalanku dalam mengikuti
berbagai tes perguruan tinggi, namun akhirnya diterima disalah satu kampus
tertua di Malang, Univeritas Merdeka. Seperti Tuhan berkata “dimanapun kamu
berusaha, bangku yang terbaik sudah kupersiapkan di UNMER”. Semua bukan tanpa
sebab aku berkata demikian, mengingat kedua orang tuaku, bapak dan mama, setiap
kukirimkan sms sebelum ujian mereka tidak mengatakan “semoga lulus nak” tapi
mereka selalu membalas “semoga diberikan yang terbaik”. Walaupun UNMER bukanlah
salah satu kampus favorit ataupun negeri, namun pertanda-pertanda yang diberikan Tuhan
begitu jelas. Entah itu hanya buah persepsi fikiran positif atau itu
betul-betul pertanda Tuhan yang sangat jelas.
Awalnya kedatanganku ke Malang berniat
memasuki Universitas Muhammadiyah, karena selain akreditas kampus tahun lalu,
2013, sudah menjadi “A”, jurusan psikologinya pun berlevel sama. Ini usaha
keduaku seleksi di kampus Muhammadiyah yang akrab disebut UMM yang sebelumnya
pada gelombang kedua aku gagal.
Perjalanan kemarin memberi pelajaran berarti
bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi 100% dari keinginan kita yang terjadi. Akhirnya kuputuskanmengikuti seleksi
terakhir di UNMER sebagai cadangan ketika aku tidak lolos nantinya di UMM.
Janji manis dan kepastian membanjiri telingaku dari kakak-kakak yang sudah
lebih dahulu berpendidikan di Malang, mengisyaratkan sebuah kepastian akan kelulusanku di UMM.
25 Agustus 2014, the last apportunity seleksi
di UMM, sebuah mitos angka keberuntunganku. Tanpa tegang, tanpa resah, semua
berjalan biasa saja. 100 soal terselesaikan semua tepat pada waktunya. Walaupun hanya sekitar 52
soal yang kuyakini kebenarannya, 25 sedikit ragu, dan 23 lainnya hanya menebak.
Lagian pikirku saat itu salahpun tidak menyebabkan nilai mines, jadi kuputuskan
mengisi semuanya. Teman seperjuanganku Seno, Nandar, dan Agung have done their
best, so do I.
Ketika subuh setelah tes itu, Nandar
membangunkan kami dengan wajah murung. “kita tidak lolos”, katanya. Bangunku
dipaksa segar oleh informasi basi yang selalu menghantuiku tahun ini. Dan
kesempatan belajar di UMM telah gagal.
Pikiranku sedikit relax atau dipaksa relax
untuk ujian selanjutnya di UNMER. Paginya aku bergegas dari asrama. Suasana
sekitar kampus masih terlihat sepi. “padahal hari ini ada ujian seleksi” dalam
hatiku sedikit risau. Beberapa motor
terlihat terparkir didepan gedung fakultas teknik, “pak, lokasi ujian untuk mahasiswa
baru dimana?” kutanya tukang parkir yang sibuk mengatur motor. “mas pilih
jurusan apa?” dia bertanya balik, “aku ambil psikologi doang mas” jawabku “oh
tiap tahun kalo maba pasti tesnya di gedung masing-masing sesuai pilihan
jurusan mas” ia menerangkan. Tanyaku tak henti sampai disitu. Pedagang nasi
pecel, kios-kios rokok juga menyampaikan jawaban yang sama. Padahal aku sudah
mengunjungi gedung psikologi dan masih terlihat sepi. Pertanyaan yang sama juga
diyakinkan oleh salah satu senior yang kujumpai di gedung UKM yang kebetulan
bersebelahan dengan gedung psikologi.Akhirnya kuputuskan menunggu didepan pohon
bergambar lambang psikologi universal sekitar area parkir fakultas psikologi.
Satu jam berlalu dan suasana tetap sama. Jam
tangan sudah menunjukkan pukul 9 yang artinya soal sudah bisa dikerjakan pada
jadwal ujian. Aku baru tersadar kenapa tidak mencari informasi ke gedung PMB.
Satpamnya terlihat tergesah-gesah menyuruhku melihat papan pengumuman berisikan
lokasi ujian yang ternyata hanya memakai tiga gedung yaitu fakultas hukum, fakultas
fisip, dan fakultas teknik. Saat kuperiksa, namaku tidak ada diantara ribuan
peserta ujian. Seorang dosen lalu menghampiriku karena melihat raut wajahku
mulai gelisah dikarenan waktu terus berlalu. Ia membantu mencari namaku dan
hasilnya tetap sama. Dipanggilnya tiba-tiba dosen lain yang kemudian memanduku
menuju sebuah ruangan, mirip ruangan pribadi dosen. Sebuah ruangan yang sangat
nyaman dan tentunya ber-AC. “kamu ujian lewat computer ya, ceritanya kamu orang
spesial ikut ujian disini” kata dosen itu. Wajahku hanya mengangguk masih
kebingungan.
80 nomor akhirnya
terselesaikan sekitar 60menit. Aku disuruh menunggu sepuluh menit, untuk ia
memproses hasil ujianku. Tiba-tiba aku diberi selamat, nilaiku 8,7 dari standar
7 sebagai syarat kelulusan. Aku masih belum percaya rasanya. Aku menengok
keluar gedung teknik, tempat lokasi ujian, dan masih sepi oleh keseriusan
peserta lainnya mengerjakan soal. Padahal mereka memulai terlebih dahulu
mengerjakan soal ujian, mencari kelas, mencari bangku sesuai nomor peserta.
Sementara aku duduk santai diruang ber-AC dan langsung diberi pengumuman bahwa
aku lulus, sementara mereka harus menunggu esok pagi pengumuman kelulusan
ditambah ribetnya mengerjakan soal 100nomor dengan batas lingkaran juga 100 untuk
pensil pada LJK.
Tak lupa aku juga
dijelaskan mengenai UNMER lebih jauh, fakultas psikologi, dan apa saja yang
harus aku siapkan ketika daftar ulang nantinya. Seperti sebuah praktek
nepotisme aku jadi anak rector yang dispesialkan, padahal ini semua hanya
keberuntunganku belaka.
Saat pendaftaran ulang
beberapa hari kemudian, aku memutuskan datang di hari terakhir dan jam lebih
siang dengan maksud tidak mengantri lagi dengan maba yang lainnya. Dan sesuai
rencana, pendaftaran ulangku berjalan mulus tanpa hambatan dan kesulitan. Aku
mencoba melihat dipapan pengumuman nama-nama peserta ujian yang berhasil lolos
ujian seleksi. “ Oca pasti tidak ada lagi namaku ini di pengumuman kelulusan,
sama waktu hari tes” kataku ke Oca, yang memang saat itu Oca setia menemaniku
melakukan daftar ulang. Dan ternyata saat ku perhatikan papan pengumuman,
namaku ada dua. Walaupun mungkin staff yang mengetiknya bisa saja salah, tetapi
aku meyakinkan saja ini adalah rangkaian pertanda Tuhan berikutnya yang diberikan
padaku.
0 komentar:
Posting Komentar