Kegelisahan
umat manusia akan kekuatan yang lebih besar darinya sudah ada, mungkin dari
manusia pertama versi kitab, atau sejak generasi
manusia dengan kemungkinan nalar yang memadai mulai lahir versi sains. Membahas
masalah seperti ini, berarti akan dan siap dibenturkan dengan jutaan sudut
pandang, jutaan gagasan. Satu manusia kecil dari milliaran kesadaran manusia
yang pernah terlahir di planet indah namun tidak istimewa ini mencoba berteriak
“kesadaran apa ini?” ‘’kenapa saya sadar?” “saya terlalu kecil untuk
disadarkan!” “dimana ini?” “apa ini?” “bagaimana ini bekerja?” “dulu bagaimana?”
“dulu kenapa?” “sekarang bagaimana?” “sekarang mengapa?” “nanti bagaimana?” “nanti
kenapa?”. Seolah hidup manusia dari awal hingga kini dirangkai dengan tujuan
bersama mencari jawaban absolut akan pertanyaan tadi.
Kita
menjadi kasian. Terlahirkan dengan beban kontinu. Terlahirkan dengan keadaan
sesat. Terlahir tidak jelas. Apa yang paling jelas dari kesadaran akan hidup? Sementara
estafet ini masih dan akan tetap terus berlangsung, sementara kita diberikan
kesibukan sampingan akan rentetan kebutuhan yang disebut nyata dan realis. Padahal
kesadaran itu menjadi konflik nyata yang kabur. Karena pada dasarnya kita manusia
adalah makhluk yang teraniaya oleh dirinya sendiri, oleh kesadaran itu sendiri.
Kita
sesungguhnya tidak sanggup, tidak berdaya. Muncullah dewa-dewi, muncullah mukjizat,
muncullah sosok, muncullah misteri, lalu Tuhan menampakkan setitik dirinya.
Akulah yang.....Akulah yang.... Akulah yang... Oh ternyata Dialah..... Oh
ternyata Dialah..... Oh ternyata Dialah...... kesadaran menerima. Namun kesadaran
membantah....... Sains.... sains... sains..... manusia... manusia.. mausia....
kesadaran menerima. Namun kesadaran sadar lagi, ia tapi Dia..... ia tapi
Dia..... ia tapi Dia..... kesadaran sadar. Kesadaran bingung. Kesadaran sangat
tidak sadar. Kesadaran terlalu sadar!!!!
Seandainya
ibrahim dipertemukan dengan Thales, seandainya Yesus dipertemukan dengan
Aristoteles dan Plato, seandainya Muhammad dipertemukan dengan Descartes,
seandainya Deedat dipertemukan dengan Paus, seandainya Zakir Naik dipertemukan
dengan Einstein dan Stephen Hawking.
Sadarlah!!!
Bentar sore kamu kuliah. Jangan tidak masuk lagi. Jangan terlalu sadar, nanti
tidak realis katanya. Sadarlah!!!
0 komentar:
Posting Komentar