Bapak
boleh menganggap saya ini anak kecil bapak yang mungkin bapak tahu hanyalah
saya belajar di kampus, pulang kerja tugas, makan, bergaul, dan dikirimkan
rejeki untuk hidup. Tapi ternyata anakmu ini mengalami banyak benturan realita.
Konflik-konflik yang hadir bisa dari mana saja, dari fisik, perasaan dan
fikiran. Bapak harus tahu bahwa disini saya banyak bertemu dengan orang-orang
hebat, banyak belajar dari berbagai sumber mendengar, membaca, diskusi,
merenung.
Saya
adalah darah dan gen-gen dari bapak dan ibu. Saya banyak dipengaruhi kalian
berdua. Gen-gen di dalam sepertinya menuntun saya mengambil banyak hal-hal dari
bapak. Saya belajar dari renungan, membaca, musikalitas, kesadaran dan banyak
hal dari gen-gen dan pelajaran yang bapak berikan sampai sekarang.
Ternyata
sebentar lagi saya akan mengetuk gerbang di umur remaja akhir atau dewasa awal.
Dari basic gen yang bapak curahkan ditambah pengalaman disini, saya banyak
mendapati kejanggalan dalam hidup, ketidak sesuaian apa yang seharusnya
terjadi. Bapak boleh mengatakan itu hanyalah idealisme anak muda, idealisme
anak kampus. Tapi kata idealisme sekarang banyak tercoreng, seolah itu adalah
fase, sebagai permainan orang tua. Bapak tidak lihat bagaimana tokoh tokoh
besar dalam mempertaruhkan hati dan realitanya? Dan pasti bapak tahu. Karena bapak
pernah dapat prestasi di berupa piala dari perpustakaan kota makassar sebagai anggota
terajin meminjam buku dan itu bagi saya membanggakan. Nama-nama Galileo, Einstein,
Soekarno, Gusdur, Gie, Cak nun, dan masih banyak nama besar lainnya yang lahir
sebagai manusia yang berani dalam mengungkapkan apa yang semestinya terjadi,
berani mempertahankan gagasannya, berani mengambil keputusan besar, dan berani
mempertanggung jawabkan semuanya. Maka mereka adalah emas emas dalam sejarah
manusia.
Saya
belajar banyak dari pembahasan time management, dan realita hidup didunia,
disini. Bahwa kalaupun saya tidak masuk kuliah di sela-sela dalam kurung waktu
satu semester misalnya, itu karena ada prioritas kegiatan yang sepertinya hati
dan fikiran saya memberatkan kepada hal itu. Apakah itu membaca, meresume,
latihan musik, bertemu orang ,atau istirahat dari ancaman sakit panjang atau
apapun. Namun dengan asumsi pertimbangan itu betul dilakukan dan dipertanggung
jawabkan. Misalnya saja adanya jatah bolos kata dosen, atau pelajarannya tidak
begitu mengisi (mampu dibaca sendiri), perkiraan dosen yang tidak masuk dan
masih banyak aspek sebagai pembanding. Tanggung jawabnya adalah saya siap
membaca lebih, belajar lebih, siapkan mental lebih. Karena hidup ini bertarung
dengan waktu.
Waktu
dihidup ini berjalan sangat cepat, sementara hal-hal yang ingin dilakukan
menjadi semakin menyiksa. Dengan segala pertimbangan berat, saya memutuskan
untuk tidak lagi mengikuti program beasiswa double degree D3 bahasa Inggris di
kampus. Bapak boleh dan pantas untuk kecewa bahkan marah. Namun program itu
terasa menyita waktu yang banyak pada jam-jam terbaik untuk melakukan hal lebih
penting. Bukan berarti program itu tidak penting. Kalo esensinya bapak berniat
supaya saya mampu memahami dan berbahasa inggris, realitanya saya lebih banyak
mendapat pelajaran sewaktu belajar di kediri selama tiga bulan dibanding satu
setengah tahun berada program kampus itu. Bahkan apa yang membuat saya dapat
lolos menerima beasiswa itu berkat bekal yang bapak beri sewaktu di kediri
dulu.
Setidaknya
dengan itu saya selangkah lebih maju menunjukkan bahwa sebenarnya anakmu ini
mampu bersaing. Walaupun tidak mudah, jika mau IP yang tinggi bisa saya
dapatkan di kampus sekarang. Tapi itu terjadi jika bapak ingin melihat saya
menjadi seorang yang berbeda dengan mengikuti pola pengambilan nilai dari
beberapa dosen yang kadang sudah tidak masuk akal, hanya menerima, tidak
berfikir jauh, menjual diri pada waktu, memelas pada nilai, bersujud pada
sistem, persona kepada orang lain. Menjadi bukan diri ini, menjadi bukan apa
yang esensi pelajaran bapak dan psikologi inginkan. Tapi sekali lagi saya
meyakinkan bapak sebenarnya saya sanggup bersaing. Tapi ternyata bukan itu.
Jika
saya robot, mungkin saya bahkan mampu mengambil triple degree di kampus lain
pada hari sabtu dan minggunya. Namun sayangnya saya adalah manusia biasa dengan
perasaan dan fisik terbatas. Saya sangat memahami bahwa Orang tua terutama
bapak adalah sosok yang mempunyai sifat bijaksana yang tidak dimiliki saya atau
seumuranku yang ingin mencoba banyak hal sebagai darah muda. Apalagi pemahaman
dari gagasan tokoh Erick Erickson menegaskan bahwa setiap perkembangan manusia
(umur tertentu) mempunyai kebutuhannya masing masing. Bapak sekarang sepertinya
memasuki dua fase, fase dimana bapak terbebani tugas yang harus dicapai yaitu dapat
mengabdikan diri agar nantinya mencapai keseimbangan terhadap penerusnya (generatifitas)
atau cemas tidak melakukan apa-apa (stagnasi). Harapan yang ingin dicapai dalam
masa ini adalah bapak ingin terjadinya keseimbangan antara generatifitas dan
stagnasi guna mendapatkan nilai positif. Mungkin saat ini pula bapak cemas apa
yang bapak telah lakukan atau apa yang telah bapak tawarkan pada generasi
selanjutnya? Kepada anak anaknya? Kepada saya? Atau bapak boleh jadi sementara
resah mengenai kepuasan dan kelegaan
dalam segala kegiatan dalam hidup bapak? Perasaan aman, utuh, dan terarah?. Saya
mencoba mengerti, bahwa bapak melalui tahap yang sulit dilewati karena orang pada
masa ini cenderung melakukan introspeksi diri. Mereka akan memikirkan kembali
hal-hal yang telah terjadi pada masa sebelumnya, baik itu keberhasilan maupun
kegagalan.
Maka
dari itu kutekankan kepercayaan kepada bapak bahwa kemunduranku dalam program
itu bukan berarti saya mengalah terhadap dunia. Mungkin dengan double titel di
belakang namaku mampu membuat bapak bangga, tetapi tidak menyelamatkan diri ini
secara mendalam. Keputusan itu justru melahirkan tanggung jawab yang lebih
besar. Saya akan menjanjikan kepada bapak kebanggaan kebanggaan lainnya yang
bisa membuat bapak lebih bahagia, dan saya beserta diri terdalam juga bangga. Saya
rasa kakak sudah banyak membuktikan hal itu, bahwa ia berhasil mengganti
harapan kebanggaan dalam harapan bapak menjadi kebanggaan lain yang tak kalah
indah. Dan berhasil menyelamatkan diri karena telah melakukan apa yang ia ingin
lakukan. Dia berhasil membanggakan diri kakak sekaligus.
Jangan
pernah lagi bapak menyampaikan pesan “semoga kau lebih baik dari bapak nantinya”.
Biar bagaimana pun bapak adalah sosok yang sudah sangat berhasil menuntun
anak-anaknya sampai hari ini. Saya tidak mungkin dapat membalas kebaikan bapak.
Apalagi bapak sudah banyak memberi manfaat dan hasil pada zaman bapak kepada
orang lain yang tidak mungkin kutemui dan kulakukan pada waktu yang sama.
Pak
izinkan saya melakukan apa yang ingin kulakukan, dan hal itu tak akan lepas
dari impian membanggakan bapak dengan caraku sendiri. Intuisi akan hal baik dan
buruk sudah mulai terpahamkan. Melibatkan Tuhan yang bapak ajar, pelajaran yang
bapak ajar, pesan yang bapak berikan justru memberi banyak hal yang bapak
mungkin TIDAK PERNAH SANGKA. Dan itu sangat berarti. Berdirilah dengan anggun,
tegap, dan banggalah pak. Bahwa kau telah berhasil menjadi orang tua super
untuk anak-anaknya yang tersadarkan akan arti kehidupan. Saya memahami bahwa
walaupun muungkin materi bukan segalanya tetapi hampir segala sesuatu bisa
dipengaruhi materi, kecuali dan namun alangkah tentramnya hidup, walaupun jika
anakmu nanti hidup dengan materi sederhana namun bahagia lahir dan batin
didunia ini. Berhasil sadar dan terpahamkan bahwa tujuan Tuhan pada akhirnya
bukan itu.
Adakah
ungkapan lebih romantis antara anak dan bapaknya selain ini? Jika ada saya
ingin melakukan itu. Karena komunikasi terbuka adalah jalan memahami terbaik
sejauh ini yang saya ketahui.Biarkan
waktu mengalir oleh kesempatan yang bapak beri dan perjuangkan berupa Ilmu
Psikologi, Saxophone, dan Gen mu menjadi hal indah hari ini dan nanti. Karena Tuhan
mengatur sedemikian rumit kehidupan dengan kejutan-kejutan tak terduga. Dan saya
tak berarti tanpa perjuangan bapak.
Satu
lagi jangan berhenti mengirimkan rekaman nyanyian dengan gitar yang selalu
kudengar pada jam jam sulit.
0 komentar:
Posting Komentar