Sabtu, 14 November 2015

PERJALAN LINTAS BUDAYA


Saya berada dititik kebingungan ketika ditanyakan, apa yang telah saya lakukan sebagai kaum muda dalam melestarikan kebudayaan daerah? Sementara bahasanya saja saya mulai jarang gunakan, kita mulai jarang gunakan, khususnya di perkotaaan. Ada realita yang kurang tepat pada mayoritas masyarakat di kota Makassar, dimana berbahasa daerah dianggap hal yang kampungan. Bahasa nenek yang mulai memudar.

Kita boleh katakan acara “Budaya ta” yang diadakan oleh organisasi IKAMI SulSel Cab.Malang adalah bentuk kegiatan dalam upaya melestarikan dan memperkenalkan budaya Sulawesi Selatan. Tapi sosok besar dalam esensi itu adalah mereka, para pemusik, yang di datangkan langsung dari Sulawesi. Mereka adalah tokoh-tokoh pejuang yang sebenarnya.

Perkenalkan saudara saya, k’Palem, k’Awha, k’Lumut, k’Sulo, k’Upong. Mereka adalah kelompok musik daerah yang mengatas namakan diri sebagai “Pa’rasanganta Project”. Mereka telah kaya akan jam terbang dalam hal melestarikan musik daerah di Sulawesi. Alat berupa gendang, parappasa, pui-pui, suling bambu, katto-katto merupakan senjata utama mereka. Namun tak melupakan sisi perkembangan zaman dan selalu mengkombain alat khas itu dengan alat lain seperti jimbe, biola, gitar, dll.

Idealis kelompok menuntun mereka pada karya-karya dan penampilan yang penuh penghayatan. Mereka bahkan berani menolak di ajak bermain ketika didalamnya terselip kepentingan-kepentingan politik yang bisa saja merusak kemurnian mereka dalam berkarya. Tak hanya hebat dalam bermain musik, mereka juga hebat dalam hal wawasan umum. Itu menjadi hal yang sangat menyenangkan dalam perbincangan kami di sela-sela malam kota Malang.

Suatu saat ketika saya balik lagi ke kota tercinta, Makassar, jangan lupakan saya. Saya banyak butuh bimbingan, saya banyak butuh teman, saya banyak butuh suasana sesuai di makassar, dan sepertinya kakak kakak punya semua itu. Perbincangan kita mengenai perbandingan iklim seni di Makassar yang tak terpetakan dengan baik karena berbagai sudut pandang, terkhusus karena mayoritas sosok tua kurang begitu memandang seni sebagai hal yang indah dan patut di perjuangkan, sedikit jauh jika dibanding kota  Malang.

Namun perjuangan ini tidak berhenti disini, memang berat, namun selama melakukan walaupun kecil setidaknya kita bisa membuat sebuah perubahan. Beberapa dari kaum muda memang sudah seharusnya ada yang memikirkan hal ini. Mengingat seni adalah bentukan lain dari hati yang melampiaskan perasaan dan fikiran, maka seni adalah bagian dari manusia.


Salam dari saudara di Malang. Midi, nama saxo saya, katanya tidak sabar mau main bareng. Midi juga sedih tidak sempat foto bareng sama kalian. hahaha... 





 
biz.