Rabu, 11 Januari 2017

TEMUI AKU BESOK JAM DUA BELAS SIANG



Esok hari, setelah kamis ini, Aku ingin menemui mu seperti seseorang muslim mendatangi pertemuan jumatan. Kau hanya boleh mendengarku dengan bayangan dosa yang dibebankan di setiap kata yang sengaja kau suarakan di ruangan itu. Kau boleh saja mengatakan hal ini sebuah egosentris, karena memang setiap orang sepertinya punya hak memposisikan dirinya untuk berpendapat sesuai pengetahuan dan olahan pikirannya terhadap apa yang dia alami. Walaupun hak seperti itu sebenarnya hanyalah buatan kesepakatan kita tentang bagaimana seharusnya sebagian naluri kita tersalur dalam hal bersikap jika kita mau jujur dalam merenungi. Tapi kalau begitu, akupun berhak mengatakan bahwa selama ini telah ku posisikan diriku sebagai seorang musafir yang menghampiri sebuah masjid di sebuah desa kecil tempat warga sekitar menerima ketenangan akan hari-hari yang sulit dijelaskan, walaupun kita kembali merasa bahwa tidak semua harus dijelaskan, karena tidak semua menerima berarti kekalahan oleh ketidakmampuan dimana banyak gairah diselimuti kemalasan. Aku disini, sampai hari ini, mendengarkan mu. Lebih dari kata mendengar.

Tenang saja, omongan kita nanti tidak akan seperti pengkhotbah yang berkepentingan secara sengaja membicarakan segala hal atas kepentingan akhlak mulia bagi ummat beragama. Tapi Itu tidak berarti tidak penting, hanya saja sepertinya terasa lebih sulit. Aku hanya ingin berbicara besok denganmu.

Baiklah, jadi begini, yang akan kuungkapkan besok, secara garis besar kemungkinan seperti ini, bahwa setiap orang bisa saja berubah dalam sekejap pada suatu saat karena sebuah insight yang bisa menyambar dalam hal-hal sederhana ataupun proses yang panjang. Dan perubahan itu, sesuatu yang sulit digambarkan oleh setiap orang karena kompleksitas dunia yang telah di ramu sedemikian rupa oleh Yang Maha Seni. Aku bisa saja tidak bisa menemuimu dengan orang yang sama jika, bahkan hanya beberapa saat tidak mengikuti hidupmu, apalagi terpisahkan dengan ruang yang jauh.

Tapi itu sepertinya kesimpulan keremajaan ku yang terlalu kekanak-kanakan, karena bentukan hal seperti itu tak terelakkan dalam hidup yang aku pilih. Tetapi seperti banyak bentukan lain, memang otak kita sering bekerja untuk mengkotak-kotakkan realitas. Bentukanku ini pun harus tetap dijadikan sebuah sudut memandang. Aku, sepertinya hari ini, dengan jujur, hanya meyakini untuk membuat banyak ruang berdiri di berbagai sudut tetapi tidak melupakan membuat pula jalur untuk bisa melihat lebih dekat atau menjauh serta lebih tinggi dan rendah untuk bisa melihat kedalaman, keterkaitan, dan hubunganku dengannya.

Namun tenang saja, alismu jangan terlalu cepat kau kerutkan (aku berharap besok tidak seperti itu). Karena hal seperti itu terlalu banyak bermain dengan akal. Sementara kita ras manusia memiliki hal hal sederhana yang selalu tidak mampu dirasionalisasikan. Yang banyak mengikat hubungan manusia dengan kebeningan. Cinta yang baik hati itu dengan mudah terikat kebanyak hal seperti teman, keluarga, benda, kita, dan segalanya yang bisa dirasakan. Kita pun akhirnya bisa bertemu besok dengan diri yang telanjang akan kemurnian masing masing.

Jadi yang perlu kita temukan hanyalah, apakah memang kau dan aku tidak saling menjadi halangan atas kehidupan yang tetap harus dijalani di realitas hari ?. Dan karena hambatan pun tidak selamanya buruk. Maka temui aku besok jam 12 siang, saat matahari terik di atas kepala, dan aku akan melihat matamu. Karena sering kali jawaban disana lebih banyak dari ucapanmu bahkan saat ia menutup.




 
biz.