Minggu, 29 November 2015

SEMENTARA


Ternyata Aku harus lebih dewasa menafsirkan lingkungan. Semua mampu berpendapat apa saja, dan merasuki gerbang keputusan. Apa yang mampu kuandalkan selain diajak angin lalu memotret jejak di lumpur penghisap? Kadang-kadang ku asingkan diri walaupun sebatas perasaan di jembatan gantung tempat orang-orang putus asa dan bunuh diri.

Kemudian tawa kecil datang, menarik kumpulan cahaya, lalu melukis wajah dan tubuhku dengan semaunya. Sementara kepalaku di borgol dan dadaku di ikat kencang. Mereka berbicara, sampai kepalaku mengangguk, dan melepaskan perlahan. Membiarkan saya terbang kesana kemari tak berarah.

Aku tersesat....

Setelah kucurahkan semua, Apa yang kudapat? Hanyalah pernak-pernik dan runtuhan bekas bangunan bersejarah. Kukumpulkan semua dan berharap, setidaknya pondasi-pondasi harapan bisa kubangun sendiri.

Dengan teropong, banyak kulihat dari kejauhan rintihan kecil. Mereka memaksa mengirimkan desain bangunan harapan. Padahal diri sendiri masih mengais sisa sisa semangat dalam imajinasi. Terlambat !!! Badai dan angin topan dari belakangku sudah mendekat. Tidak ada kesempatan. Dengan tangan penuh darah, kususun semuanya.


Semoga apa saja keabstrakan di saat nanti, kuharap bangunanku bisa menahan angin kencang itu dari mereka. Aku sedang... sementara....

Unknown

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

1 komentar:

 
biz.